Tantangan dan Program Pemulihan Industri Susu Indonesia.

Sektor susu Indonesia tengah mengambil langkah signifikan menuju perbaikan. Tantangan saat ini termasuk dampak Penyakit Mulut dan Kuku serta keterbatasan produksi dalam negeri, yang menyebabkan ketidakmampuan produksi susu dalam negeri untuk memenuhi peningkatan permintaan. Pemerintah tengah menerapkan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan produksi susu dan mendukung para peternak sapi perah. Inisiatif, seperti mengimpor sapi betina, diambil untuk merevitalisasi industri. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga menyoroti tantangan signifikan di sektor susu Indonesia. Meskipun permintaan susu rendah, permintaan tersebut terus meningkat. Konsumsi susu per kapita tahunan sebesar 16,9 kg, lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia sebesar 36,2 kg, Thailand sebesar 22,2 kg, dan Filipina per kapita sebesar 17,8 kg per tahun[1]. Namun, konsumsi susu terus meningkat didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan peningkatan populasi. Menurut USDA, konsumsi susu Indonesia pada tahun 2024 diantisipasi mencapai 4 juta ton[2].

Sehubungan dengan pasokan susu, Indonesia sangat bergantung pada impor untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan produksinya telah berkurang baru-baru ini. Dengan merebaknya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada pertengahan April 2022, produksi susu tahun lalu dilaporkan mengalami penurunan produksi sebesar 48% dibandingkan dengan tingkat sebelum PMK[3]. Kini produksi dalam negeri hanya memenuhi 20% dari permintaan, sedangkan 80% sisanya sebagian besar bersumber dari Selandia Baru, AS, Prancis, Australia, Jerman.

Sumber: UN Comtrade

Selain itu, produksi susu Indonesia terpusat di Pulau Jawa dan peternakan kecil yang memberikan ruang terbatas untuk perluasan lahan pertanian. Produksi susu segar pada tahun 2023 sekitar 571 ribu ton, dengan koperasi susu memproduksi 71% dan peternakan modern 29%. Peternak skala kecil memiliki sejumlah kecil sapi (2-3 sapi per peternak) dengan lahan terbatas untuk kandang ternak dan budidaya pakan ternak yang mempengaruhi pertumbuhan lebih lanjut. Produktivitas juga rendah, dengan setiap sapi hanya menghasilkan 8-12 liter susu per hari (lebih rendah dari Vietnam 14,1 liter/hari, dan Taiwan 18 liter/hari)[4]. Hal ini juga dapat dilihat dari produksi yang stagnan yang stabil pada level yang lebih rendah setelah wabah PMK.

Sumber: STATISTIK BPS Indnesia (Data tahun 2023 adalah pendahuluan)

Untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, produktivitas harus ditingkatkan. Dukungan pemerintah sangat penting untuk mengatasi tantangan ini dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan dalam industri susu Indonesia.

Salah satu langkah yang telah diambil adalah Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan Asosiasi Pengolah Susu Indonesia (AIPS) berencana mengimpor 17 ribu sapi betina bunting selama tiga tahun untuk meningkatkan populasi sapi perah sebanyak 70 ribu ekor dalam lima tahun. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produksi susu harian sebanyak 384 metrik ton pada tahun kelima. Pakan ternak yang berkualitas juga harus dipertimbangkan, menurut pandangan kami, sebagai elemen penting untuk meningkatkan produktivitas sapi. Pakan ternak dehidrasi Uni Eropa dapat membantu produsen susu Indonesia untuk memanfaatkan peningkatan permintaan. Pakan ini menyediakan pakan berkualitas yang meningkatkan produksi susu dengan harga yang kompetitif dibandingkan dengan pesaing. Hal ini memastikan pengurangan biaya sekaligus meningkatkan kualitas.

[1] Bahan Baku Susu Didominasi Impor, Menperin Kasih PR Untuk Yili Group https://ekonomi.bisnis.com/read/20211210/257/1476257/bahan-baku-susu-didominasi-impor-menperin-kasih-pr-untuk-yili-group

[2] Susu dan Produk Tahunan – USDA

[3] Susu dan Produk Tahunan – USDA

[4] Vietnam + (Juni 2022): Ruang besar untuk industri peternakan sapi perah mencapai puncak perkembangan. USDA FAS (2022): Susu dan Produk Tahuna – Taiwan

Scroll to Top